Minggu, 21 April 2013

Hadits Mengenai Puasa




عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَقْرَإِ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ » (رَوَاهُ الًتِّرْمِذِي(
Artinya: dari Ibnu Umar dari nabi Muhammad saw bersabda : “Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Qur’an”.  (HR. At-Tirmidzî)
حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ حُجْرٍ وَالْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ قَالاَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَقْرَإِ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ » (رَوَاهُ الًتِّرْمِذِي فِي سُنَنِهِ)
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hujr dan Hasan bin ‘Arafah, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy dari Mûsa bin Uqbah dari Nâfi’ dari Ibnu Umar dari nabi Muhammad saw bersabda : “Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Qur’an”.  (HR. At-Tirmidzî dalam kitab sunannya)
أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِىٍّ الرُّوذْبَارِىُّ وَأَبُو مُحَمَّدٍ : عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ السُّكَّرِىُّ قَالاَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّفَّارُ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« لاَ تَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ » (رَوَاهُ اْلبَيْهَقِي فِي سُنَنِهِ)
Artinya: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abû ‘Ali al-Rûdzabâri dan Abû Muhammad, Abdullah bin Yahya bin Abdi al-Jabbâr al-Sukkrî keduanya berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Ismâ’il bin Muhammad al-shafar, telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Arafah telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy dari Mûsa bin Uqbah dari Nâfi’ dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca sedikitpun dari al-Qur’an”. (HR. Baihaqî dalam kitab sunannya)
حَدَثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : « لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ الْجُنُبُ ، وَلاَ الْحَائِضُ » (رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَة فِي سُنَنِهِ)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hisyâm bin ‘Ammâr, telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy, telah menceritakan kepada kami Mûsa bin Uqbah dari Nâfi’ dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca al-Qur’an”. (HR. Ibnu Mâjah dalam sunannya)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :   « لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ ، وَلاَ الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ » (رَوَاهُ اْلدَارُقُطْنِي فِي سُنَنِهِ)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Abdul Azîz, telah menceritakan kepada kami Dawud bin Rusyaid, telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy dari Mûsa bin Uqbah dari Nâfi’ dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh orang yang junub dan haid membaca al-Qur’an sedikitpun dari al-Qur’an”. (HR. Ad-Dâruqutnî dalam kitab sunannya)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِىٍّ الأَبَّارُ حَدَّثَنَا أَبُو الشَّعْثَاءِ عَلِىُّ بْنُ الْحَسَنِ الْوَاسِطِىُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ أَبُو خَالِدٍ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : « لاَ يَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ وَلاَ النُّفَسَاءُ الْقُرْآنَ ». (رَوَاهُ اْلدَارُقُطْنِي فِي سُنَنِهِ)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Ziyâd, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Ali al-Abbâr, telah menceritakan kepada kami Abû al-Sya’tsâi ‘Ali bin al-Ḥasan al-Wâsithi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abû Khâlid dari Yahya dari Abî al-Zubair dari Jâbir berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh seorang yang haid, junub, dan nifas membaca al-Qur’an”. (HR. Ad-Dâruqutnî dalam kitab sunannya)[11] 
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَن النَّبِيّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم ، قَالَ : « لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ ، شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ » (رَوَاهُ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Arafah, telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy dari Musa bin Uqbah dari Nâfi’ dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda: “Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca sedikitpun dari al-Qur’an”. (HR. Al-Bazzâr dalam musnadnya)
حَدَّثَنِي أَبُو بَكًرٍ مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفرٍ بْنِ يَحْيَى بْنِ رُزَيْنِي الْعِطَارِ الْحَمْصِي بِحَمْصٍ فِي مَا قَرَأْتُهُ عَلَيْهِ ، فَأَقَرَّ لِي بِهِ ، حَدَّثَنَا أَبُوْ إِسْحَاق إِبْرَاهِيْمُ بْنُ الْعَدَاءِ الْزُبَيْدِي زَبْرِيْق ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ عَيَّاشٍ ، ثَنَا مُوْسَى بْنُ عُقْبَةَ وَعُبَيْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ إِبْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « لاَ يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ » (رَوَاهُ إِبْنُ الْمُقْرِئٍ فِي مُعْجَمِهِ)
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Abû bakar Muhammad bin Ja’far bin Yahya bin Rujaini al-‘Ithâr al-Hamshî mengenai al-Qur’an yang aku baca kepadanya, maka tetapkanlah hukum kepadaku, telah menceritakan kepada kami Abû Ishâq Ibrâhim bin al-‘Adâ’i al-Zubaidî Zabriq, telah menceritakan kepada kami Ismâ’il bin ‘Ayyâsy, telah menceritakan kepada kami Mûsa bin Uqbah dan Ubaidillah bin Umar dari Nâfi’ dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak boleh seorang yang junub dan haid membaca sedikitpun dari al-Qur’an” (HR. Ibnu al-Muqri’ dalam mu’jamnya)


Abu Sayyid, Salafuddin, Syarah Hadits Arba’in, Solo: Pustaka Arafah, 2007.
Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin Husain bin ‘Ali, al-, as-Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, (tt.)
Daruqutni, Abu Hasan bin ‘Umar bin Ahmad bin Mas’ud bin Nu’man bin Dinar bin Abdullah, al-, Sunan al-Daruqutni, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1966.
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, Jakarta: Sygma Examedia Arkanleema, 2009.
Ibnu Majah, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Mesir: Maktabah al-Rusy, 2005
Isma’il, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Miziy, al-Hafidz al-Mutqin Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf, al-, Tahzib al-Kamal fi Asma’I al-Rijal, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994
Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: PP Al-Munawwir, 1977.
Tirmidzi, Abu Musa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dhahak al-Sulami al-Bughi, al-, Sunan al-Tirmidzi, Mesir: Maktabah al-Rusy, 2005.  


Selasa, 12 Februari 2013

Cinta



Cinta dalam bahasa arab umumnya menggunakan kata habba-yuhibbu "حُبُّ"  hubbun, terdiri dari huruf (ح) ha dan  (ب) ba, dan memang sepertinya kata inilah yang tepat untuk menggambarkan maksud atau makna cinta. Ada banyak makna tergantung kepada apa disandarkan atau dinisbahkan. Bisa bermakna menyukai, menyenangi, menginginkan, menghendaki, menggemari, memenuhi, mengutamakan, mengasihi, menyayangi, memilih, ramah.
Menurut Ibnul Qayyim, “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri”.


Dalam islam pengertian cinta ada 8 macam
1.   Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan "nggemesi".
2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi.
3.   Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan.
4.   Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan.
5.   Cinta ra'fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat,membelanya meskipun salah.
6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak.
7.   Cinta syauq (rindu).
8.   Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu.


Pembagian Cinta Berdasarkan Hukumnya

1. Ibadah
yaitu cinta kepada Allah dan cinta kepada perkara yang dicintai Allah
Allah ta'ala berfirman: "adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah" [Al-baqaroh: 165]
Rasul shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Tiga perkara yang apabila ada pada seorang hamba ia akan merasakan manisnya keimanan: (1)Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang dan tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah (3) dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk di ceburkan ke dalam neraka [HR.Bukhori: 16, Muslim: 43]

2. Kesyirikan
yaitu cinta kepada selain Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah atau bahkan lebih
Allah berfirman: "Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan (Allah), yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah" [Al-Baqaroh: 165]

3. Kemaksiatan
yaitu mencintai perkara yang haram, kebid'ahan, kemaksiatan, serta mencintai pelaku kebid'ahan, dan pengikut hawa nafsu, dan yang lainnya dari kecintaan yang menyelisihi syariat.
Allah berfirman: "Dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al Aziz [1] menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), Sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya Kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata."

4. Mubah
yaitu cinta tabiat, seperti mencintai anak-anak, keluarga, jiwa, harta, makan, tidur, dan perkara-perkara lain yang dibolehkan syariat. Allah berfirman:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[2] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).


Maka daripada itu,  renungkanlah sejenak kawan hakikat sebuah kehidupan kita di dunia ini. Rasullulah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri.” Juga sabda Rasulullah, “Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman, maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah.” (HR Hakim dari Abu Hurairah)”.

Senin, 11 Februari 2013

Kematangan Sosial dalam Al-Qur'an


Telaah Teks Islam (Al-Qur’an) Tentang Teks Kematangan Sosial
1.   Sampel Teks Psikologi dan Simpulan tentang Kematangan Sosial
Banyak ayat Al-qur’an dan Hadits-hadits yang mengisyaratkan tentang bagaimana perkembangan manusia. Pertanyaan tentang keberadaan diri manusia, siapa dan kenapa manusia hidup, merupakan sesuatu yang seringa didengar. Berbagai teori diajukan, namun manusia tetap merupakan makhluk hidup yang penuh misteri. Seluruh teori yang diajukan tetap tidak dapat menjelaskan secara lengkap dan menyeluruh tentang eksistensi manusia. Manusia, dengan segala keterbatasannya, tetap mempertanyakan siapa dirinya.
Islam mengajarkan bahwa manusia merupakan khalifah di muka bumi yang mengemban tanggung jawab sosial yang berat. Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk sosial multi-interaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Untuk menjalankan tanggung jawabnya itu, manusia harus mempunyai sebuah kematangan agar tugas berjalan dengan baik.
Kematangan atau kedewasaan seorang individu dipengaruhi dengan cara bagaimana individu dapat menghadapi cobaan, ujian, musibah, kesedihan dan penderitaan. Bila cobaan yang berat itu merubah dirinya, maka akan terasa berat dalam menghadapinya. Namun bila mempunyai kematangan dalam menghadapi cobaan yang ada, tidak akan merubah diri individu tersebut, tapi akan meninggikan derajat hidup serta akan mampu melewati cobaan yang ada.
Kematangan seseorang dapat juga ditunjukkan dengan hubungannya kepada orang-orang sekitarnya, telah dijelaskan di atas bahwasannya manusia mempunyai tanggung jawab sosial yang cukup berat. Hubungan sosial yang dimaksud bermacam-macam, salah satunya adalah mampu berperilaku jujur dan adil, seperti yang dinyatakan dalam surat Al-ma’idah ayat 8 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ -٨
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang seorang muslim yang hendaknya senantiasa menegakkan kebenaran, yakni orang-orang yang selalu mengatakan kebenaran. Serta menganjurkan kepada orang muslim untuk tetap bertindak adil, karena keadilan lebih dekat dengan kaum Muttaqin dalam menggapai ketakwaan. Selain itu, seorang muslim juga sudah sepatutnya takut kepada Allah dalam hal keadilan dan penyimpangan.

2.   Analisis Komponen Teks Psikologi tentang Kematangan Sosial
No.
Komponen
Deskripsi
1.
Pelaku
الدين ءامنوا , قوامين
2.
Proses
اعدلوا
3.
Audien
الدين ءامنوا  , قوم
4.
Faktor
النسب الوراثي , البيئة الإجتماعية
5.
Aktivitas
واتقوالله , ولايجرمنكم , كونوا  , شهداء
6.
Standar
إن الله خبير
7.
Tujuan
أقرب للتقوى , لله
8.
Efek
أقرب للتقوى
9.
Bentuk
بالقسط ,  ألاتعدلوا

3.   Inventarisasi dan Tabulasi Teks Islam (Al-Qur’an) tentang Kematangan Sosial
No.
Tema
Kategori
teks
Makna
Substansi Psikologis
Sumber
Jml
1.
Pelaku
Individu
Masyarakat
قوامين
Kaum-kaum
Aktor / pelaku
4 : 135
5 : 8
2
الدين ءامنوا
Orang-orang yang beriman
3 : 9
29 : 9
241
2.
Proses
Per-tumbuhan (fisik)
Per-kembangan (fisik + psikis)
اعدلوا
Berlaku adillah
Berproses
5 : 8
6 : 152
2
3.
Audien
Individu
Masyarakat
الدين ءامنوا  
Orang-orang beriman
Objek
3 : 9
29 : 9
241
قوم
Kaum
2 : 275
18 : 90
377
4.
Faktor
Internal
النسب الوراثي
Keturunan
Faktor yang mem-pengaruhi
19 : 58
36 : 41
26
Eksternal
البيئة الإجتماعية
Ling-kungan
Sosial
30 : 30
1
5.
Aktivitas

شهداء
Kesaksian
Faktor yang mem-pengaruhi
7 : 172
65 : 2
22
كونوا
Jadilah kamu
36 : 62
35 : 6
50
ولايجرمنكم
Dan janganlah kebencianmu
5 : 8
1
واتقوالله
Bertakwa kepada Allah
2 : 282
8 : 29
7
6.
Standar
Sesuai dengan per-kembangan
إن الله خبير
Sungguh, Allah maha Teliti
Sosial secara Al-Qur’an
24 : 30
59 : 18
4
7.
Tujuan
Ke-matangan optimal
لله
Karena Allah
Kematangan
1 : 1
34 : 33
1825
أقرب للتقوى
Lebih dekat pada takwa
5 : 8
2 : 237
2
8.
Efek
Fisik
Psikis
أقرب للتقوى
Lebih dekat kepada Allah
Efek
5 : 8
2 : 237
2
9.
Bentuk
Wujud dari sikap, sifat maupun perilaku
بالقسط
Dengan adil
Bentuk
55 : 9
26 : 182
16
ألاتعدلوا
Berlaku tidak adil
5 : 8
1